Catatan Musafir

Paradigma kemenangan sering kali didefinisikan secara sempit sebagai sebuah hasil akhir yang diharapkan dalam mencapai sebuah tujuan. Sehingga nilai kemenangan selalu disetarakan dengan sisi-sisi yang bersifat materiil atau dapat dirasakan langsung. Padahal sebenarnya tidak selalu demikian. Persepsi ini sering dipahami oleh sebagian kelompok yang menganut paham materialistis.  Sehingga ketika tujuan tidak tercapai dalam waktu yang telah direncanakan, maka sudah divonis sebagai sebuah kegagalan.
Semoga kita tidak terjebak dengan persepsi sempit seperti di atas. Sebab, Kemenangan dalam perspektif Islam tidak mutlak diukur dengan tercapainya sebuah tujuan dalam waktu yang diinginkan. Maka, peristiwa hijrah menurut persepsi penulis adalah pelajaran berharga yang harus dipahami oleh setiap individu muslim dalam memahami ruang lingkup kesuksesan yang sebenarnya.
Mari kita coba sedikit menganalisa fase dakwah Rasulullah saw selama 13 tahun di Mekah sebagai bahan renungan kita terhadap persepsi ‘menang’. Karena begitu banyak peristiwa berharga yang dialami Rasulullah dan para sahabat selama di Mekah, yang jika dirasionalisasikan pada saat itu terkesan sebagai sebuah kegagalan.
Suatu hari, ketika Rasulullah saw menyampaikan risalah Islam di Thaif, beliau menghadapi tantangan yang luar biasa. Bukan sambutan hangat yang beliau dapat, tapi sebaliknya beliau mengalami luka yang cukup parah. Tapi bagaimana sikap Rasulullah? Ia hanya mengucapkan satu kata “Allahummahdi Qaumiy fainnahum laa ya’lamun”. Padahal ketika itu Jibril datang menawarkan, jika Rasulullah berdoa kepada Allah untuk membalikkan gunung-gunung yang ada dan dilemparkan kepada kaum musyrikin Thaif maka malaikat Jibril akan melakukan hal tersebut. Sikap ini sangat  sulit  untuk kita rasionalisasikan, akan  tetapi mengandung nilai kemenangan yang baru terbukti dan dirasakan beberapa tahun setelah peristiwa itu terjadi.
Banyak kisah sebenarnya yang dapat dijadikan pelajaran penting dalam memahami makna sukses dari perjalanan dakwah Rasulullah baik pada fase Mekah ataupun setelah beliau hijrah ke Madinah. Tapi mengapa peristiwa hijrah begitu besar pengaruhnya dalam proses perjalanan dakwah Rasulullah saw? Benarkah kesimpulan yang mengatakan bahwa hijrah merupakan momen “Fatihatun Nashr” kemenangan-kemenangan Islam pada fase berikutnya? Atau apakah prasyarat keberhasilan itu harus selalu dimulai dengan hijrah?
Memahami Makna Hijrah
Secara etimologi, hijrah berarti meninggalkan, atau berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Lalu Makna yang kedua ini sering dipakai dalam mendefinisikan hijrah secara terminologi. Tidak sulit untuk memberikan definisi terhadap peristiwa hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah. Karena secara sederhana hijrah adalah perpindahan Rasulullah dan para sahabat dari Mekah ke Madinah.  Namun yang terpenting adalah memahami nilai-nilai hijrah itu sendiri untuk diterapkan pada tataran kehidupan kekinian.
Tak dapat diragukan lagi, peristiwa hijrah merupakan titik awal perubahan besar yang akan terjadi sesudahnya. Hijrah telah melepaskan kaum muslimin dari cengkraman jeruji kejahiliyahan dan tekanan kaum musyrikin Mekah. Di samping itu hijrah juga merupakan batas pemisah antara dua masa yang sangat berarti dalam perjalanan dakwah dan penerapan syariat, yaitu yang dikenal dengan fase Makkiy dan fase Madaniy. Sehingga dikenallah istilah surat Makiyah dan surat Madaniyah dalam Al Quran.
Banyak ujian dan cobaan yang telah dihadapi oleh Rasulullah dan para sahabat sebelum diizinkan untuk berhijrah. Sumayyah ibunda ‘Ammar bin Yasir merupakan orang pertama dalam Islam yang syahid dalam Islam ketika mempertahankan keyakinannya. Lalu mengapa Allah baru mengizinkan hijrah kepada Rasulullah dan para sahabatnya setelah 13 tahun fase dakwah di Mekah? Walaupun sebelumnya, telah terjadi peristiwa hijrah pertama ke bumi Habsyah. Bukankah Allah swt bisa berbuat sekehendaknya untuk memberikan kemudahan dan kemenangan kepada Rasulullah saw dan para sahabat?
Di antara salah satu hikmah yang utama dari proses dakwah fase Mekah ini adalah proses selektifitas kader dakwah yang betul-betul matang untuk melanjutkan estafet dakwah menuju fase-fase berikutnya. Karena jika Allah membukakan kemenangan secara mudah kepada kaum muslimin, maka kemenangan itu tidak akan terasa manis karena didapat dengan begitu mudah dan ketahanannya pun cenderung tidak bertahan lama. Maka ketika pertama kali dakwah dimulai, seiring itu pula terjadi proses latihan dan penyaringan yang sangat selektif dan alami. Dan ternyata, mereka inilah yang pada akhirnya berhasil menjadi busur sekaligus anak panah perkembangan Islam menuju puncak kejayaannya.
Setelah kita memahami makna hijrah yang sesungguhnya, sebagai sebuah proses yang mau tidak mau harus dijalani setiap individu muslim agar bisa mewujudkan kemenangan maka kita dapat menyimpulkan bahwa jika setiap muslim mampu melakukan hijrah niscaya ia akan menang. Tentu hijrah yang dilakukan Rasulullah dan para sahabat tidak dimaknai secara literlek yang harus kita terapkan saat ini. Kenapa? Karena Rasulullah saw sendiri sudah menyatakan “La Hijrata Ba’dal fath walakin Jihadun waniyyah” (sudah tidak ada hijrah setelah terbuka pintu kemenangan (Fath Makkah), Akan tetapi masih tersisa jihad dan niat untuk berhijrah. Sebagian ulama menafsirkan niat di sini adalah sebagai sebuah perpindahan dari kehidupan yang jauh dari nilai-nilai ilahi menuju kehidupan yang penuh dengan nilai-nilai rabbani.
Mengapa Hijrah Sebagai Pembuka Kemenangan?
Dari peristiwa hijrah kubro yang dilalui Nabi dan para sahabat, ada beberapa indikasi yang dijadikan faktor utama kemenangan dakwah. Faktor–faktor ini dapat kita lihat dari beberapa pelajaran dan ibrah yang kita ambil dari rentetan peristiwa hijrah itu sendiri. Di antaranya adalah:
1.  Sabar Dalam Menghadapi Makar Musuh
Begitu banyak rekaman sejarah dalam Al-Qur’an maupun sunnah yang menggambarkan permusuhan abadi kaum kufar dan musyrikin terhadap Islam dan kaum muslimin. Permusuhan ini biasanya disertai makar yang senantiasa mencoba untuk menggoyahkan keimanan dengan menggunakan segala daya dan upaya. Banyak cara yang mereka gunakan, baik dengan menawarkan harta dan kesenangan ataupun dengan siksaan demi siksaan. Nah, di sinilah sabar merupakan tameng awal dan jawaban dari semua itu. Sebab, sabar dalam perspektif Islam tidak kenal batas. Sabar dapat diterapkan dalam ketaatan, menghindari maksiat, dan bersabar dalam menghadapi musibah.
Rasulullah adalah orang pertama yang menerapkan sabar, bahkan ketika maut hampir menghampirinya ketika berdakwah dijalan Allah, ia hanya berkata “Allahummahdi qaumi fainnahum la ya’lamun”. Subhanallah! Rasulullah tidak tergesa-gesa mengejar kemenangan, dan sikap ini juga yang terpatri dalam jiwa setiap sahabat. Kesabaran inilah yang telah melahirkan semangat jihad dan semakin menambah keyakinan mereka bahwa jalan yang mereka tempuh penuh dengan cahaya. Sikap sabar ini juga melahirkan pribadi yang istiqamah dan tidak mudah goyah.  Maka sabar merupakan sebuah prasyarat mutlak dalam meniti tangga-tangga keberhasilan.
2. Al Akhzu bil asbab
Etos kerja ataupun usaha tidak boleh diabaikan begitu saja. Artinya, seluruh potensi harus dikerahkan yang disesuaikan dengan kondisi yang melingkupi saat itu. Rasulullah adalah contoh tauladan sebagai seorang sosok yang tak mudah menyerah dengan hanya mengandalkan satu cara. Ia selalu berfikir dan berbuat dengan amal yang sangat variatif agar dakwah mudah diterima dan cepat berkembang. Segala kreativitas dan inovasi dakwah beliau kerahkan. Gagal dengan satu cara beliau memanfaatkan metode lain. Sehingga beliau tidak pernah putus asa. Ini merupakan konsep membangun motivasi yang sangat jitu.
Ketika dakwah beliau di kota Mekah dan perkampungan sekitarnya tidak begitu mendapatkan sambutan yang positif. Beliau melihat ada potensi lain yang bisa dilakukan, yaitu mendakwahi para kabilah yang datang dari luar kota Mekah pada musim-musim haji. Pertemuan ini dilakukan Rasulullah di luar kota Mekah bersama kaum Auz dan Khazraj tepatnya di daerah yang bernama al ‘aqabah dan dalam catatan sejarah dikenal dengan bai’atul aqabah al ula. Perwakilan kaum Auz dan Khazraj terdiri dari 12 orang yang telah menyatakan keislaman mereka. Kreativitas dakwah Rasulullah tidak terhenti sampai di situ saja, lalu ia mengutus Mus’ab bin ‘Umair yang dikenal sebagai duta Islam pertama untuk kembali ke Yatsrib bersama kaum Auz dan Khazraj.
Peristiwa ini, pada akhirnya merupakan cikal bakal peristiwa hijrah beberapa tahun sesudahnya. Dan setelah terjadi kesepakatan antara kaum muslimin mekah dan Yatsrib ketika itu bahwa pusat dakwah akan dipindahkan dari Mekah ke Madinah, maka mulailah para sahabat melakukan hijrah sampai pada akhirnya diikuti oleh Rasulullah ketika telah turun wahyu yang mengizinkan beliau untuk hijrah. Momen ini sangat punya peran penting terhadap pertumbuhan dakwah dan akumulasi koalisi kekuatan Islam pada masa berikutnya.
3. Sistem Yang Rapi Prasyarat Kemenangan
Rentetan peristiwa hijrah, yang mungkin sebagian besar bahkan sudah sangat hafal, mengisyaratkan bahwa sebuah pekerjaan besar harus menggunakan sistem serta manajemen yang tertata rapi. Adanya pembagian tugas serta perencanaan yang sistematis dan matang, dan masing-masing individu memahami posisinya sehingga tidak terjadi benturan tugas yang akhirnya berakibat kepada proses sebuah rencana itu sendiri. Kita harus mampu memposisikan the right man on the right place.
Rasulullah adalah sosok yang brilian dalam menyusun strategi dan manajemen. Dengan kecerdasannya, ia dibantu Abu bakar dan sahabat lain telah berhasil mensukseskan perjalanan hijrah dengan selamat dan tanpa pertumpahan darah ataupun benturan fisik.
Namun ironis, tatanan sistem yang kokoh dan manajemen yang rapi telah hilang dari dunia Islam dan bahkan sudah diadopsi oleh Barat. Bahkan lebih dari itu, umat Islam seolah mengaminkan saja bahwa Islam tidak pernah kenal dengan konsep sistem dan manajemen yang rapi.
Kemenangan selamanya tidak akan bisa diraih hanya dengan mengandalkan semangat bekerja saja, akan tetapi harus dibarengi dengan membangun sistem dan manajemen yang komprehensif. Di samping itu perlu adanya kejelian melihat situasi dan kondisi. Jangan sampai kita kehilangan daya kreativitas karena alasan lingkungan dan kondisi yang ada di sekitar kita. Kelemahan fatal diri  kita adalah ketika kita tidak lagi mengenal diri kita. Jika hal itu terjadi, maka secanggih apapun sistem dan manajemen yang dibangun maka akan berakhir sia-sia.
4. Membangun Stabilitas Sosial
Pertama kali yang dilakukan Rasulullah saw di Madinah atau tepatnya di qubah adalah membangun Masjid. Dalam perspektif Islam, masjid tidak sebatas sebagai tempat ibadah vertikal antara hamba dan Rabb-Nya. Akan tetapi Masjid juga bisa berfungsi sebagai tempat menata kehidupan sosial masyarakat. Karena Islam dengan tegas mengakui bahwa manusia terdiri dari dua sisi yang harus selalu seimbang, yaitu materiil dan sprituil.
Setelah sarana dibangun, maka Rasulullah berfikir perlu adanya pembangunan dan pengembangan sumber daya manusia untuk menjalankan fungsi dalam sebuah sistem kehidupan yang baru. Maka nabi segera mengambil inisiatif untuk mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Sebab, persaudaraan ini akan mempercepat proses perubahan sosial di tengah komunitas masyarakat. Kaum Muhajirin yang lebih memiliki skil dalam sistem perdagangan kembali menghidupkan pasar, dan bahkan dalam sejarah tercatat bahwa Rasulullah adalah orang pertama yang membangun pasar sebagai pusat ekonomi di Madinah. Kaum Anshar pun tetap dalam profesi mereka semula sebagai petani yang lebih spesifik mengurus pertanian.
Dalam proses selanjutnya, karena persaudaraan yang Rasul bina berdasarkan nilai keimanan dan keikhlasan, secara alami dan bertahap mulai tercipta takaful ijtima’iy (solidaritas sosial) di antara komunitas sosial yang sangat plural di kota Madinah. Bahkan nilai ukhuwah itu tercatat indah dalam berbagai kisah mengharu biru bagaimana ketika saad bin rabi’ menawarkan harta dan salah satu istrinya untuk diberikan kepada Abdurrahman bin Auf. Namun akhirnya Abdurrahman bin Auf lebih memilih untuk memulai kehidupan barunya sebagai pedagang dan menolak secara halus tawaran saudaranya, sampai akhirnya ia berhasil menjadi saudagar yang berhasil.
Stabilitas sosial yang mapan akan menjadi faktor pendukung terbukanya pintu-pintu kemenangan dan kejayaan. Hal itu terbukti ketika kaum muslimin memenangkan perang Ahzab. Peperangan dengan jumlah tidak seimbang ini mampu dimenangkan oleh kaum muslimin, tidak terlepas dari stabilitas sosial yang telah Rasulullah bina. Sehingga para sahabat begitu memahami nilai ukhuwah dan amal jama’iy (kerja kolektif) yang akhirnya mampu memukul mundur koalisi pasukan musuh.  Pada perang Khandaq ini juga Rasulullah memberikan kabar gembira kepada para sahabat yang beliau dapatkan dari Malaikat Jibril, bahwa setelah perang ini usai akan terjadi penaklukan besar-besaran di dataran Syam, Persia dan Yaman.
Kemenangan demi kemenangan mampu diraih kaum muslimin sehingga berhasil menguasai dua pertiga luas bumi di bawah naungan Islam selama lebih kurang delapan abad. Kemenangan itu tidak terwujud dengan mudah, tapi butuh waktu yang panjang dan pengorbanan tak terkira. Rahasia kemenangan ini sangat sederhana; sebagaimana dalam firman Allah In tanshurullah yanshurukum wayutsabbit aqdamakum”.
Dunia Islam kini tak secerah masa lalu. Sepertinya kita perlu merapikan kembali hubungan kita dengan Allah. Sudahkah kita menolong Allah? Sehingga Allah pun akan menolong kita. Kita selalu ingin menang, tapi sayang kita tak pernah kenal persepsi menang yang sesungguhnya. Wallahu a’lam.
Read More …

 Assalamu’alaikum.
Ehemm, sejujurnya saya bingung nih mau mulai dari mana kalo mau nulis tentang cinta. Soalnya, masalah cinta itu rumit dan ribet, nggak kalah sama permasalahan yang ada di Indonesia. #lebayy, hehe…
Kalo ngomongin remaja, nggak jauh deh dari yang namanya cinta. Mulai dari jatuh cinta, PDKT (singkatan dari PenDeKaTan), jadian, putus, jatuh cinta lagi, PDKT lagi, jadian lagi, putus lagi, dan begitu seterusnya. Ternyata bukan cuma makanan yang punya rantai, ternyata cinta juga lohh. Hehe…
Sampe akhirnya muncullah taglinenya si Pocooong (hantu bohongan yang eksis di Twitter) yang bilang kalo “Jomblo itu nasib, Single itu prinsip.” Nahh lohh?? Ko bisa si Pocoong ngomong kaya gitu?? Ohh, ternyata zaman sekarang ini, para jomblo atau remaja yang nggak pacaran itu dibilang nggak gaul dan nggak asyik. Wahh bahaya juga nihh, pantes aja si Pocooong ngotot bilang kalo dia bukan Jomblo, tapi Single. Ckckckck.
Beralih dari masalah Pocooong dan prinsipnya (baca: nasibnya), sebenarnya sejak kapan sih pacaran itu menjadi sebuah gaya hidup buat para remaja? Indonesia kan negara yang katanya punya penduduk muslim terbanyak nih, sebenarnya remaja di Indonesia itu tau nggak sih hukumnya pacaran dalam Islam? Mari kita bahas :)
Kalo ditanya sejak kapan pacaran menjadi gaya hidup, kayanya nggak ada yang tahu pasti kapan terjadinya. Tapi nggak bisa dipungkiri juga, fenomena ini bener-bener terjadi sekarang. Kenapa sih sampe bisa dibilang kalo pacaran cuma gaya hidup? Berdasarkan pengalaman penulis nihh, jawaban beberapa remaja ketika ditanya “ehh, kenapa sih lo pacaran?” jawabannya pasti nggak jauh dari:
“Kalo nggak punya pacar, malu sama temen men.” (Giliran nggak pake jilbab aja nggak malu. Ckckck)
“Lumayan bisa dianter jemput sama pacar, kan ngirit ongkos. hehe” (Pacaran aja sama tukang ojek mbak. :p)
“Ada yang bayarin makan sama nonton” (Jawaban para manusia yang males nabung nih. Ckckck)
“Ada tempat curhat” (Buku diary banyak di toko mbak)
“Ada yang cemburuin kalo deket sama orang lain” (Ckckck, Allah itu lebih pencemburu lohh mbak)
“Biar bisa lebih kenal si calon” (Sekalian aja kalo menjelang Pemilu, para calon dipacarin juga mbak, biar lebih kenal)
Dan masih banyak alasan lainnya, yang kalo dipikir-pikir alasannya Gaje banget (bahasa anak gaul yang artinya nggak jelas). Ohh iya, maaf kalo jawabannya diwakilkan jawaban para perempuan. Soalnya, penulis wawancaranya perempuan sih. Tapi berani jamin, jawaban para laki-laki juga nggak bakal jauh dari itu (hayoo, ngaku). Dari jawaban di atas, bisa dilihat kan kalo alasan-alasan remaja pacaran itu yahh emang sekadar cuma buat senang-senang dan gaya hidup.
Lanjut ke pertanyaan kedua, seperti kita tahu, Indonesia itu negara dengan penduduk muslim terbanyak. Walaupun Indonesia bukan negara Islam, tapi pasti pada tahu donk hukum-hukum di Islam? Termasuk hukum pacaran ini. Di dalam Islam, nggak ada tuh istilahnya pacaran. Pacaran itu adalah budaya barat yang diadopsi sama para remaja tanpa tahu ilmu dan asal-usulnya.
Jadi pacaran dalam Islam DILARANG donk? Yahh bisa dibilang begitu deh. Terus para remaja pada tau nggak tuh hukumnya?
Lagi-lagi berdasarkan pengalaman penulis, sebagian remaja itu ternyata pada nggak tahu hukum pacaran dalam Islam. Yang lebih parah, ada yang nggak mau tahu hukumnya. Mereka sengaja nggak mau cari tahu karena takut nanti nggak berani pacaran (aneh yahh?? ckckck). Dan ternyata ada lagi yang paling-paling parah, udah tahu hukumnya, tapi masih aja pacaran. Dengan alasan, kan pacarannya nggak melewati batas dan masih mengikuti rambu-rambu agama. Ckckckck
Sayang sekali, saya merasa belom pantes buat ngomongin orang yang udah tahu tapi masih aja pacaran. Lebih lanjutnya tentang hukum pacaran buat mas/mbak yang belom tahu hukum pacaran dalam Islam, mas/mbak yang nggak mau tahu hukum pacaran dalam Islam, dan mas/mbak yang udah tahu tapi masih pacaran, silakan baca bukunya Salim A. Fillah yang judulnya “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan”, buku ini recommended banget deh buat kalian-kalian :)
Nahh, terus gimana nasib buat para jomblo, uupps single maksudnya??
Wahh, mereka tentu aja beruntung, karena insya Allah cinta mereka terjaga cuma untuk Dia. Selain itu para single juga patut berbahagia karena waktunya 24 jam menjadi milik mereka secara merdeka, tanpa ada pacar yang nuntut ini itu. Keren nggak tuh?
Kalo biasanya para dater (istilah yang mulai saya pakai buat mempresentasikan orang yang pacaran) menghabiskan waktu mereka buat sms-an dan telpon-telponan sama pacar, para single bisa menghabiskan waktunya buat baca buku, ngaji atau diskusi masalah-masalah agama dan Indonesia. Kalo biasanya para dater uangnya abis buat nonton dan jajan bareng pacar, para single bisa nabung uangnya buat masa depan (asseeekk). Kalo biasanya para dater pulsanya abis karena sms-an sama pacar, para single bisa pake pulsa buat menyebarkan sms-sms tausiyah. Kalo biasanya para dater malem mingguannya pacaran, para single bisa malem mingguan bareng keluarga biar bisa lebih mengakrabkan diri. Itu sebagian kecil manfaat dan kelebihan para single. Eeiitts, jangan puas dulu, masih ada lagi niih.
Ini beberapa bukti kalo single itu lebih keren daripada dater. Kalo biasanya para dater galau karena nggak di-sms dan ditelpon pacar, para single pasti lagi galau sama masalah-masalah politik dunia dan tugas-tugas kampus. Kalo biasanya para dater bingung ngatur waktu buat ketemuan sama pacar, pasti para dater pasti lagi bingung ngatur waktu antara ibadah dan tugas-tugas. Kalo para dater biasanya bokek karena abis jalan-jalan sama pacar, para single pasti bokek karena uang jajannya abis disedekahin ke orang-orang kurang mampu. Kalo biasanya para dater nangis karena berantem sama pacar, para single pasti nangis karena inget dosa-dosa semasa hidup. Kalo para dater menghabiskan waktu buat pacaran, pasti para dater menghabiskan waktu buat baca buku dan ngaji. Tuhh kan, kurang keren apalagi coba para single?
So, teman-teman yang baik, kalo belum siap menerima konsekuensi di atas, serta belum siap buat menerima siksaan dari Allah (ihh serem), mendingan jatuhin aja pilihan kamu buat jadi single.
Karena rugi deh kalo waktu, harta dan jiwa kalian cuma buat si pacar. Mendingan juga buat Allah, yang udah jelas-jelas cinta sama kita dan nggak marah atau putusin kita kalo kita nggak traktir makan. Hehehe…
Oke deh, sekian dulu yahh tulisan ini, dan semoga bermanfaat ^^
Allahualam bisshawab.

Tulisan ini dibuat bukan untuk mengundang perdebatan, melainkan hanya untuk share pandangan pacaran dalam Islam yang sesungguhnya. Bagi yang punya pandangan dan filosofi berbeda mengenai pacaran, silakan saja. Selain itu, tulisan ini juga dibuat agar dapat menjadi kaca bagi saya, dan tulisan ini juga berdasarkan beberapa pengalaman pribadi saya. Maaf juga bila penggunaan bahasanya tidak baku, karena ditulis dengan bahasa sehari-hari agar lebih mudah dipahami oleh semua kalangan dan golongan :)
Read More …


Dalam sebuah pilihan hidup bagi setiap ADS (aktivis dakwah sekolah) sering menghadapi ketiga masalah ini yang mengakibatkan harus menggugurkan salah satu dari ketiga hal ini. Padahal ketiganya dapat dipadukan secara spesifik apabila dilakukan dengan konsep yang matang. Disadari atau tidak ketiga konteks ini adalah hal yang sering menjadi perbincangan di kalangan ADS maupun ADK (aktivis dakwah kampus). Karena secara mendasar kita datang dari rumah ke sebuah lembaga pendidikan apakah Madrasah/ Sekolah maupun perguruan tinggi ialah untuk menuntut ilmu atau belajar.

Namun di sisi lain, apabila seseorang ingin mengembangkan bakat dan skill maupun hal lainnya hanya dapat di olah dalam sebuah organisasi, baik itu organisasi internal maupun eksternal sekolah. Karena setiap organisasi memiliki karakter dan spesifikasi tersendiri. Seperti seseorang yang ingin memperdalam pemahaman ke-agama-annya dia harus masuk ke dalam organisasi ROHIS (kerohanian Islam), yang ingin mengembangkan bakat kepemimpinan maka masuk di OSIM/OSIS, bagi yang gemar di bidang seni maka masuk di Teater/ paduan suara sekolah atau yang suka dalam berpetualang di luar kota atau di hutan maka harus memilih organisasi seperti Pramuka atau organisasi lainnya yang sejenis.

Secara umum antara pendidikan dan organisasi tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya Finansial yang memadai. Karena pendidikan dapat berlangsung dengan baik apabila adanya prasarana seperti gedung sekolah, tenaga pengajar, buku tulis, panduan belajar serta perlengkapan lainnya yang itu semua bersumber dari pembiayaan yang di hasilkan dari masing-masing individu siswa/i ataupun bantuan dari pemerintah setempat. Sehingga pada akhirnya uang menjadi hal yang paling penting dalam dunia pendidikan. Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi yang mengakibatkan biaya pendidikan menjadi mahal.

Begitu juga dalam sebuah organisasi, kebutuhan finansial juga merupakan faktor yang mempengaruhi dalam melakukan sebuah kegiatan baik kegiatan rutin, maupun kegiatan besar/umum.

Bagi sebagian orang kebutuhan dalam belajar tidaklah sulit karena kebutuhan tersebut dapat terpenuhi secara gratis dari orang tuanya, namun ada sebahagian lainnya tidak demikian mereka harus memenuhi kebutuhan tersebut dengan bekerja sambilan.

Ada sebuah kisah yang penulis saksikan yang dapat kita ambil hikmahnya bersama.

Seorang Ikhwan ADS kita sebut saja namanya Akh Ahmad, dalam sebuah organisasi beliau tampak seperti biasa saja melaksanakan amanah organisasi dengan baik dan tidak ada masalah yang terjadi. Namun tidak satu orang pun dari anggota organisasi tersebut mengetahui bahwa Akh Ahmad ternyata mencari biaya hidupnya sendiri dengan menjadi marketing di sebuah ponsel.

Seiring berjalan waktu, ketika tiba pada hari pelaksanaan kegiatan. Akh Ahmad tidak tampak dalam kegiatan tersebut, padahal sebelumnya ketika dalam syuro’ (musyawarah) yang dilakukan beliau tampak antusias. Selepas selesainya kegiatan keesokan harinya Mas’ul (ketua panitia) mengadakan syuro’ evaluasi kegiatan dan mengoreksi setiap bidang. Ketika sampai pada bidang Akh Ahmad Mas’ul menegurnya sedikit lebih tegas, karena tidak hadir dalam pelaksaan kegiatan.

Akh Ahmad lalu menjelaskan alasannya kenapa tidak hadir mengikuti kegiatan pada hari sebelumnya bahwa beliau tidak dapat ikut karena harus menjaga Ponsel tempat dia bekerja. Namun, karena teguran Mas’ul terlalu tegas sehingga membuat Akh Ahmad tersinggung, dan akhirnya beliau memutuskan untuk tidak aktif lagi di organisasi tersebut padahal organisasi tersebut masih dalam satu lembaga pendidikan.

Dalam hal ini sering terjadi di sebuah organisasi ketika seorang ADS yang tergabung dalam organisasi harus membagi waktu mereka antara belajar, berorganisasi dan bekerja. Namun ketika terbentur secara kebetulan kegiatan organisasi dan bekerja maka keseringan terjadi para ADS lebih memilih kepada bekerja, sehingga mengakibatkan organisasinya sering terbengkalai.

Hal tersebut terjadi pada dasarnya diakibatkan dari kurangnya komunikasi antara sesama ADS, karena apabila komunikasi terjalin dengan baik maka waktu kegiatan bisa disesuaikan dengan waktu bekerjanya para ADS yang lainnya. Sehingga hal-hal yang tidak diinginkan dapat dihindari.

Komunikasi merupakan hal yang paling penting dalam sebuah organisasi, karena komunikasi merupakan langkah awal dalam sebuah organisasi, komunikasi yang baik akan menciptakan suasana yang baik pula, begitu juga sebaliknya.

Selain itu komunikasi juga akan berjalan apabila dalam organisasi tersebut tercipta sebuah manajemen yang baik. Ali bin Abi Thalib pernah berkata “kebatilan yang di manajemen dengan baik akan mengalahkan kebenaran yang tidak di manajemen dengan baik.”

Hal ini sangat jelas dapat kita pahami bahwa sebuah organisasi yang tidak di manajemen/ diatur dengan baik maka akan sangat mudah dikalahkan oleh organisasi yang memiliki manajemen yang rapi.

Kita bisa melihat contoh bagaimana seorang Bapak Prof. Dr. Ing. Burhanudin Jusuf Habibie, Sc.h.c (yang kita kenal sebagai bapak teknologi) yang dalam waktu sehari dapat mengurusi lebih dari 20 lembaga organisasi yang setingkat nasional dan internasional. Apakah beliau berbeda dengan kita, tidak! Sama sekali tidak, beliau juga pernah merasakan pahit manisnya dalam belajar, berorganisasi serta bekerja. Namun beliau telah membuktikan bahwa ketiga konteks antara belajar, berorganisasi sekaligus bekerja dapat berjalan dengan baik dan sejalan.

Selain itu penulis berpesan bagi para ADS, seharusnya bisa memanfaatkan sebuah organisasi sebagai wahana belajar menjadi Entrepreuner (pengusaha), karena dengan adanya perkumpulan di organisasi maka akan lebih memudahkan dalam mengontrol usaha yang dilakukan. Sebab biasanya setiap organisasi telah ditetapkan jadwal berkumpulnya anggota dan pengurus setiap pekan. Usaha yang dilakukan bisa berupa membuat makanan ringan, souvenir atau membuat lembaga privat/les bagi siswa/i Junior.

Penulis pernah mengamati beberapa sekolah di daerah Jawa, ketika berkunjung beberapa bulan yang lalu, bahwa ternyata para siswa/i di sana telah diberi bekal sejak dini dalam berwirausaha. Sehingga memunculkan ide kreatif siswa/i untuk menciptakan bermacam-macam kreasi yang itu semua dapat dijadikan usaha dan tentunya bisa mengurangi biaya pendidikan mereka.

Oleh karena itu, bukan hal yang mustahil bagi kita yang berada di Takengon ini untuk bisa seperti itu bahkan lebih baik lagi, karena potensi alam dan kemampuan Sumber Daya Manusianya kita punya, hanya saja perlu diarahkan sedikit lagi. Maka dari itu, kepada Sahabat-sahabat ADS dimana pun berada agar bisa menciptakan peluang mulai dari sekarang.

(#öq|¹#uqs?ur ... Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ

Artinya :

“... Nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasehati supaya menetapi kesabaran.”

Demikian semoga bermanfaat ^_^

Takengon, 09 Februari 2012

Isyukuri Nikmat
Read More …